Kisah Inspiratif

Kisah Inspiratif

DENGANMU

Santik

image

Kebahagiaan tentang sebuah pekerjaan adalah selesai dengan baik,namun lebih dari itu kebahagiaan melihat progress pasien yang kami rawat adalah cerita bahagia yang kami curahkan kepada keluarga kami dirumah. Sekaligus merubah stigma bahwa mereka “berbeda”. Bagian dari lelah yang terbayar dengan senyum nyata di wajah mereka. Memenuhi kebutuhannya sehingga mereka mampu melakukan yang biasa di lakukan sebelum sakit. Tak ayal emosi sering berkecamuk, takut, sedih, panik, sering mengiringi hari-hari pendampingan kami. Ketika obat malam telah di minum, mata terpejam, terlelap seolah nafas mereka berucap ,“kami tak ingin merepotkanmu suster,tak ingin kami menjadi seperti ini”. Ketidakberdayaannya membuat kami mengolah emosi dengan semestinya. Melayani makhluk Tuhan yang istimewa ini adalah bagian dari sumpah kami.

Bagai bayi yang baru lahir, dengan pribadi yang baru,pribadi yang tak pandai mengeluh, kami harus ekstra waspada ketika mereka mulai sakit. Sakit Fisik lah yang paling sering “membunuh”, berapapun usianya. Kami harus pastikan nafasnya, pastikan tekanan darahnya,pastikan kejangnya,kesadarannya dan segala hal yang bisa membuat mereka kehilangan nyawa. Setiap langkah kami keluar dari rumah untuk bertugas, yang paling sulit adalah menyiapkan mental dan hati kami menghadapi apa yang akan terjadi di ruangan kami. Ketika tengah malam,saat orang lain mulai bermimpi, kami berpacu dengan nafas “mereka” menjaga mereka sampai faskes tujuan. Riuh sirine ambulan menemani hingga “mereka” mendapat pelayanan terbaik di faskes yang lebih mumpuni.

Tak ada perbedaan dalam setiap pelayanan kami. Sekalipun tendangan, pukulan bahkan ucapan-ucapan kotor menghiasi hari kami. Tapi kami sangat menyayangi “mereka”. Mereka ladang rejeki yang membawa keberkahan di setiap suap nasi yang kami makan. Mereka mungkin akan menjadi penolong kami saat ajal menjemput.

Saat kerabat sesama profesi kami bertanya:” Mbak di RSJ? Nggak takut mbak kerja disana? Aku ajah serem, gak siap deh kalau harus merawat pasien gangguan jiwa”.

Hanya senyum bahagia yang kami sematkan dan sedikit curhat.

“Mereka adalah orang-orang istimewa yang menampakan isi hati,bahkan masa lalu mereka apa adanya, meskipun ucapan mereka tidak dapat di validasi, tapi mereka adalah orang-orang yang pandai mengingat kebaikan dan keburukan orang di sekitarnya. Untuk apa takut ketika di berikan amanah tugas mulia untuk mengembalikan dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Bukankah itu alasan kenapa kita harus bermanfaat untuk sesama kita? Saya sudah pernah tertusuk jarum,saya pernah 6 bulan was-was tentang HIV, lalu apa bedanya dengan resiko pekerjaan saya di RSJ ini. Ini adalah pilihan saya, dan saya menyukainya, hati kami terlatih”.

Mereka adalah orang-orang dengan stigma negatif karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa. Seringkali keluarga melontarkan beribu alasan agar tak merawatnya. Terlebih di usia renta, ingin sekali kami mengingatkan. Bukankah kelak anak-anak yang sehat itu akan menjadi tua. Dan apakah bisa mencegah dimensia. Sakit adalah cobaan bagi yang sehat. Perlakukan orang tua sebagaimana mereka dulu melayakkan,menyayangi, dan mencukupi segala keperluanmu.

Sekali lagi “sakit” ini bukanlah keinginan, tapi memang cobaan,ujian hidup yang harus kita terima dengan segala keikhlasan. Kami “Nurse” RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang siap mengabdikan diri melayani “Orang-orang Istimewa” ini dengan sebaik-baiknya tanpa melihat latarbelakangnya. Dan semoga kami membawa manfaat hingga akhir hayat kami.

“Bahagia saat merawatmu adalah waktu dimana keluarga menjemputmu,dan kau tersenyum nyata, tulus tanpa ada bisikan di telingamu, ilusi di matamu, dan waham di pikirmu”.